Inilah satu tren yang tergolong sehat: yakni berolahraga di pusat kebugaran. Meski ada juga yang barangkali datang ke situ untuk sekadar "cuci mata", toh tetap ada bagusnya. Setidaknya, mereka berkenalan dengan dunia olahraga. Padahal, di balik glamor pusat kebugaran (fitness center) di kota-kota besar (yang tiruannya merebak sampai kampung-kampung), prinsip berolahraga sebenarnya sederhana saja, yakni melakukan gerakan yang terukur. Lainnya, pakaian fitness yang bagus-bagus, yang seksi, hanyalah embel-embel. Dokter kesehatan olahraga, Sadoso Sumosardjuno, mengatakan, syarat utama berolahraga adalah dilakukan dengan baik dan terukur agar mengetahui tekanan darah dan denyut nadi seseorang sebelum dan sesudah beraktivitas. Buat apa? Tujuannya tak lain untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam menanggung beban suatu aktivitas olahraga. Sadoso menerapkan aturan tersebut di klub kesehatan yang dibinanya sejak tahun 1982 di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. Setiap peserta mutlak diukur tekanan darah dan denyut nadinya sebelum melakukan aktivitas berolahraga, seperti jogging, aerobik ataupun angkat beban. Aturan itu diterapkan Sadoso mengingat anggotanya kebanyakan orang tua yang memang memerlukan pengawasan ekstra. Kondisi ini berbeda dengan anggota klub pusat kebugaran yang kebanyakan terdiri dari anak-anak muda yang tentu lebih kuat berolahraga. Pastinya tidak jadi soal kalau langsung latihan tanpa diukur tekanan darah atau denyut nadi terlebih dahulu. Meskipun demikian, menurut Sadoso, semua orang, tak kenal usia sudah tua maupun masih muda, harus diukur denyut nadi dan tekanan darah supaya bisa mengetahui berapa besar porsi latihan yang dapat dijalani. "Kondisi seseorang tidak bisa ditebak jika ternyata porsi latihan berlebihan dibandingkan kemampuan fisiknya, maka peserta justru berisiko menjadi cedera atau sakit," ujar Sadoso.
Ditegaskannya bahwa sebelum mengikuti latihan, seseorang sebaiknya dicek dulu tekanan darahnya karena jika kurang tidur biasanya tekanan darah turun atau jika sedang stres akan memicu tekanan darah jadi naik. "Kalau tekanan darah naik, misalnya, porsi latihan harus dikurangi dari jumlah biasanya," ujar Sadoso. Dia juga mencontohkan, orang yang hanya sempat tidur tiga jam pada malam hari, seharusnya tidak mengikuti latihan normal. Kalau sebelumnya selalu kuat jalan kaki lima kilometer, maka dalam kondisi kurang tidur berisiko pingsan walaupun jalan kaki hanya satu kilometer. Hal lain yang membuat orang gagal mencapai badan yang sehat setelah berolahraga, menurut Sadoso, adalah frekuensi latihan yang tidak ideal. Jika latihan aerobik terlalu rajin, akan membuat badan sakit karena tidak ada kesempatan untuk mengistirahatkan badan. Tetapi sebaliknya kalau dilakukan tidak beraturan, juga tidak memberikan banyak manfaat dan bahkan bisa cedera. Tetap positif Membayar mahal untuk ikut berolahraga di pusat kebugaran bukan jaminan bisa hidup sehat kalau tidak mengikuti program latihan secara benar. Tetapi, keinginan untuk datang ke tempat fitness sudah lebih baik ketimbang tak ada niat berolahraga sama sekali. Dokter spesialis olahraga, Hario Tilarso, mengutarakan, maraknya pusat kebugaran pada saat ini merupakan tren positif. Dia menceritakan bagaimana 30 tahun lalu ketika mulai menjalani pekerjaan sebagai dokter di klub olahraga pada tahun 1971. Saat itu orang sangat sulit untuk diajak bergabung di pusat kebugaran karena sangat enggan untuk diajak berolahraga. "Tetapi sekarang orang-orang sudah mau hidup sehat dan sadar kalau olahraga dapat mencegah pertumbuhan penyakit yang dapat menggerogoti tubuh. Misalnya, ibu-ibu mulai sadar kalau tulang keropos atau jantung bisa dicegah dengan melakukan gerakan olahraga," ujar Hario. Apalagi, menurut Hario, tema Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak dua tahun lalu sudah mencanangkan "movement for health" yang mengimbau khalayak agar melakukan gerakan untuk mencapai hidup sehat. Kini usaha fitness sudah menjamur, tidak hanya di mal tetapi juga di perumahan karena pasarnya memang sudah begitu luas. Hal yang paling menarik, demikian Hario, tempat fitness saat ini juga menyediakan peralatan yang baru dan berteknologi tinggi. Selain itu juga menyediakan instruktur yang berpendidikan. "Beberapa anak didik saya yang belajar bagaimana gerakan yang diperlukan dan disesuaikan kemampuan peserta fitness juga turut mengajar di tempat fitness," katanya. Dikatakan, memang ada sebagian peserta fitness yang hadir hanya untuk cari teman. Namun, hal itu bukan masalah karena yang bersangkutan sudah mencoba untuk mengenal dunia olahraga. Selain itu, berlatih tidak hanya perlu gerakan fisik, tetapi bisa juga bercakap-cakap dengan orang lain karena hubungan sosial juga bisa menjadi terapi untuk kesehatan. Bahkan, di klub jantung, orang memang datang khusus untuk bertemu dengan teman senasib. Mereka bisa saja tidak melakukan gerakan apa pun, tetapi hanya mengobrol mengenai pengalaman penyembuhan dengan operasi atau terapi olahraga. Menurut Hario, sebenarnya fitness bukan sekadar perhitungan uang, namun yang menonjol adalah adanya kesadaran untuk masuk ke pusat kebugaran. Meskipun terkadang ada yang kehadirannya masih bolong-bolong, tetapi tetap harus dihargai karena sudah mencoba untuk hidup sehat. "Niscaya kalau sudah terkena penyakit pasti rajin datang latihan. Tetapi kenapa mesti menunggu sakit baru mau rajin datang ke tempat fitness," ujar Haryo. Tak perlu mahal Menjamurnya tempat fitness di mal-mal dengan peralatan yang serba canggih dengan tarif relatif mahal bukan berarti hidup sehat itu hanya milik orang berduit. Sebenarnya prinsip berolahraga yang sehat adalah yang terukur karena itu gerakan naik tangga di kantor pun bisa dikatakan olahraga yang menyehatkan jantung kalau memang sesuai kebutuhan yang bersangkutan. Sadoso menyebutkan, di tempat fitness yang berada di pusat bisnis dan memiliki peralatan modern tentu akan menarik biaya yang relatif mahal. Tetapi, yang perlu diperhatikan juga, apakah mereka menyediakan pelatih yang memenuhi syarat. Jangan sampai sudah bayar mahal justru pesertanya malah jadi cedera karena aktivitas yang dilakukan tidak sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. "Susahnya di sini, itu masih langka pendidikan untuk pelatih. Sebetulnya di Indonesia sudah ada pendidikan pelatih, tetapi jumlahnya masih kurang memadai. Biasanya ada perusahaan yang buat kursus singkat instruktur fitness, tetapi apakah dengan itu sudah cukup meningkatkan Pengetahuannya," ujar Sadoso. Ketua Kelompok Keilmuan Olahraga Tommy Apriantono mengemukakan, undang-undang sudah mewajibkan semua instruktur olahraga memiliki sertifikat kelayakan. Kewajiban tersebut sudah tercantum dalam undang-undang olahraga, tinggal menunggu peraturan pemerintah. Jika peraturan mengenai instruktur sudah berlaku, dapat dijamin orang tidak akan sia-sia jika membayar program latihan olahraga karena pelatihnya pasti memiliki kemampuan yang memadai. Bahkan, orang yang hanya berniat main-main di tempat fitness pun, akhirnya akan terdorong mengikuti program latihan secara benar dan tepat.
Ditegaskannya bahwa sebelum mengikuti latihan, seseorang sebaiknya dicek dulu tekanan darahnya karena jika kurang tidur biasanya tekanan darah turun atau jika sedang stres akan memicu tekanan darah jadi naik. "Kalau tekanan darah naik, misalnya, porsi latihan harus dikurangi dari jumlah biasanya," ujar Sadoso. Dia juga mencontohkan, orang yang hanya sempat tidur tiga jam pada malam hari, seharusnya tidak mengikuti latihan normal. Kalau sebelumnya selalu kuat jalan kaki lima kilometer, maka dalam kondisi kurang tidur berisiko pingsan walaupun jalan kaki hanya satu kilometer. Hal lain yang membuat orang gagal mencapai badan yang sehat setelah berolahraga, menurut Sadoso, adalah frekuensi latihan yang tidak ideal. Jika latihan aerobik terlalu rajin, akan membuat badan sakit karena tidak ada kesempatan untuk mengistirahatkan badan. Tetapi sebaliknya kalau dilakukan tidak beraturan, juga tidak memberikan banyak manfaat dan bahkan bisa cedera. Tetap positif Membayar mahal untuk ikut berolahraga di pusat kebugaran bukan jaminan bisa hidup sehat kalau tidak mengikuti program latihan secara benar. Tetapi, keinginan untuk datang ke tempat fitness sudah lebih baik ketimbang tak ada niat berolahraga sama sekali. Dokter spesialis olahraga, Hario Tilarso, mengutarakan, maraknya pusat kebugaran pada saat ini merupakan tren positif. Dia menceritakan bagaimana 30 tahun lalu ketika mulai menjalani pekerjaan sebagai dokter di klub olahraga pada tahun 1971. Saat itu orang sangat sulit untuk diajak bergabung di pusat kebugaran karena sangat enggan untuk diajak berolahraga. "Tetapi sekarang orang-orang sudah mau hidup sehat dan sadar kalau olahraga dapat mencegah pertumbuhan penyakit yang dapat menggerogoti tubuh. Misalnya, ibu-ibu mulai sadar kalau tulang keropos atau jantung bisa dicegah dengan melakukan gerakan olahraga," ujar Hario. Apalagi, menurut Hario, tema Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejak dua tahun lalu sudah mencanangkan "movement for health" yang mengimbau khalayak agar melakukan gerakan untuk mencapai hidup sehat. Kini usaha fitness sudah menjamur, tidak hanya di mal tetapi juga di perumahan karena pasarnya memang sudah begitu luas. Hal yang paling menarik, demikian Hario, tempat fitness saat ini juga menyediakan peralatan yang baru dan berteknologi tinggi. Selain itu juga menyediakan instruktur yang berpendidikan. "Beberapa anak didik saya yang belajar bagaimana gerakan yang diperlukan dan disesuaikan kemampuan peserta fitness juga turut mengajar di tempat fitness," katanya. Dikatakan, memang ada sebagian peserta fitness yang hadir hanya untuk cari teman. Namun, hal itu bukan masalah karena yang bersangkutan sudah mencoba untuk mengenal dunia olahraga. Selain itu, berlatih tidak hanya perlu gerakan fisik, tetapi bisa juga bercakap-cakap dengan orang lain karena hubungan sosial juga bisa menjadi terapi untuk kesehatan. Bahkan, di klub jantung, orang memang datang khusus untuk bertemu dengan teman senasib. Mereka bisa saja tidak melakukan gerakan apa pun, tetapi hanya mengobrol mengenai pengalaman penyembuhan dengan operasi atau terapi olahraga. Menurut Hario, sebenarnya fitness bukan sekadar perhitungan uang, namun yang menonjol adalah adanya kesadaran untuk masuk ke pusat kebugaran. Meskipun terkadang ada yang kehadirannya masih bolong-bolong, tetapi tetap harus dihargai karena sudah mencoba untuk hidup sehat. "Niscaya kalau sudah terkena penyakit pasti rajin datang latihan. Tetapi kenapa mesti menunggu sakit baru mau rajin datang ke tempat fitness," ujar Haryo. Tak perlu mahal Menjamurnya tempat fitness di mal-mal dengan peralatan yang serba canggih dengan tarif relatif mahal bukan berarti hidup sehat itu hanya milik orang berduit. Sebenarnya prinsip berolahraga yang sehat adalah yang terukur karena itu gerakan naik tangga di kantor pun bisa dikatakan olahraga yang menyehatkan jantung kalau memang sesuai kebutuhan yang bersangkutan. Sadoso menyebutkan, di tempat fitness yang berada di pusat bisnis dan memiliki peralatan modern tentu akan menarik biaya yang relatif mahal. Tetapi, yang perlu diperhatikan juga, apakah mereka menyediakan pelatih yang memenuhi syarat. Jangan sampai sudah bayar mahal justru pesertanya malah jadi cedera karena aktivitas yang dilakukan tidak sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. "Susahnya di sini, itu masih langka pendidikan untuk pelatih. Sebetulnya di Indonesia sudah ada pendidikan pelatih, tetapi jumlahnya masih kurang memadai. Biasanya ada perusahaan yang buat kursus singkat instruktur fitness, tetapi apakah dengan itu sudah cukup meningkatkan Pengetahuannya," ujar Sadoso. Ketua Kelompok Keilmuan Olahraga Tommy Apriantono mengemukakan, undang-undang sudah mewajibkan semua instruktur olahraga memiliki sertifikat kelayakan. Kewajiban tersebut sudah tercantum dalam undang-undang olahraga, tinggal menunggu peraturan pemerintah. Jika peraturan mengenai instruktur sudah berlaku, dapat dijamin orang tidak akan sia-sia jika membayar program latihan olahraga karena pelatihnya pasti memiliki kemampuan yang memadai. Bahkan, orang yang hanya berniat main-main di tempat fitness pun, akhirnya akan terdorong mengikuti program latihan secara benar dan tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar