Cara paling efektif untuk mengurangi distress emosional dengan mengubah cara berpikir atau persepsi dan perilaku/sikap. Stres adalah suatu keadaan di mana seseorang menilai situasi yang dihadapinya sebagai hal yang berbahaya, mengancam atau menantang, kata dr Heriani, SpKJ ketika berbicara mengenai dampak musibah, di Jakarta, kemarin. Dia menerangkan apabila seseorang mempersepsikan musibah yang dialaminya sebagai sesuatu yang menantang dan ia merasa memiliki kemampuan untuk menghadapinya, maka ia akan maju terus. Apalagi jika orang-orang di sekitar lingkungannya memberi dorongan dan semangat sehingga memacunya untuk bangkit dari kesedihan Sebaliknya orang yang mempersepsikan kemalangan yang menimpa dirinya sebagai sesuatu yang mengancam dan melihat dirinya tidak memiliki cukup kemampuan untuk menghadapinya, akan menjadi putus asa. Mereka yang putus asa cenderung terus menerus memikirkan kondisi yang terjadi pada dirinya sehingga dia akan mengalami distress. Orang yang sudah distress fungsi kesehariannya menjadi terganggu seperti tidak mau makan, tidak mau pergi ke kantor atau ke sekolah, dan lain-lain, ujar dokter dari Departemen Psikiatri FKUI/RSCM tersebut. Untuk mengatasi stress solusinya dengan melakukan coping mechanisms yaitu proses berpikir atau bertingkah laku yang bersifat adaptif. Tujuannya untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang muncul dari kondisi yang berbahaya, mengancam atau menantang. Menurutnya ada tiga macam coping mechanisms: appraisal-focused coping, problem-focused coping dan emotion-focused coping. Appraisal-focused coping difokuskan pada bagaimana seorang individu memaknai suatu situasi dengan menggunakan strategi dan analisis logika. Dia harus melihat apakah kondisinya masih dapat diperbaiki atau tidak. Bila tidak apa yang dapat dilakukannya. Problem-focused coping fokusnya menghilangkan sumber stress sehingga terbentuk situasi yang lebih memuaskan individu tersebut. Kalau kondisi fisiknya tidak dapat diperbaiki maka perbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi mental atau sosial, paparnya. Emotion-focused coping dia melanjutkan fokusnya mengatur rangsangan emosi yang disebabkan stressor dan supaya seseorang bisa mengatasi aliran atau tekanan emosi yang ada. Metodenya bisa dengan cara relaksasi mengubah cara pandang dan mencari makna hidup. Hidup itu tetap memiliki makna dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna ialah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan, serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup, katanya. Dia menyatakan setiap manusia memiliki kemampuan untuk mengambil sikap terhadap penderitaan serta peristiwa tragis yang tak dapat dielakkan yang menimpa dirinya atau lingkungan sekitar, setelah upaya untuk mengatasinya telah dilakukan secara optimal tetapi tetap tak berhasil. Jadi jika kita tidak mungkin mengubah suatu keadaan yang tragis sebaiknya yang kita ubah atas keadaan itu adalah sikap kita. Mungkin saja kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, tapi tidak berarti kita menjadi tidak bahagia karenanya. Kalau kita berpikir kita bisa bahagia, maka kita akan bahagia. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang dapat kita kendalikan selain pikiran kita sendiri, tegasnya. Dia menyimpulkan penderitaan baik ringan atau berat merupakan sesuatu yang tak dapat dihindari dalam kehidupan ini sehingga harus diatasi sekuat mungkin. Yang terpenting adalah mengambil sikap yang tepat atas penderitaan itu. Jangan segan untuk meminta bantuan professional seperti psikiater apabila Anda merasa tidak mampu menghadapi penderitaan Anda sendirian, tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar