Senin, 09 Februari 2009

Waspadai Timbulnya PMDD

http://sehat-ituindah.blogspot.com
GEJALA-GEJALA yang ditimbulkan dari sebelum dan sesudah menstruasi adalah sesuatu yang normal. Dengan catatan, gejala tersebut tidak mengganggu aktivitas sehari-hari si penderitanya.

Namun, jika merasakan pramenstruasi sindrom (PMS) yang berlebih, maka waspadai bisa jadi hal tersebut justru pertanda dari timbulnya dengan disforia pra-menstruasi (PMDD).

Dari adanya PMS ini, apabila terdapat bentuk gangguan yang lebih fatal, maka disebut PMDD. Pada kondisi ini, gejala fisik dan emosional yang terkait siklus menstruasi sangat memengaruhi kehidupan mereka sehari-hari. PMS dan PMDD telah memengaruhi jutaan wanita dalam kehidupan mereka sehari-hari sehingga mendorong menurunnya kualitas hidup.

"PMS dan PMDD menimbulkan berbagai dampak dalam kehidupan wanita yang merasakannya. Hal tersebut berdampak negatif terhadap hubungan dengan teman dan keluarga, aktivitas-aktivitas sosial, bahkan sampai juga kepada produktivitas kerja," ungkap dokter dari Divisi Imunoendokrinologi Reproduksi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, dr Andon Hestiantoro, SpOG (K).

Menurut dia, kriteria diagnosis standar (DSM-IV) untuk PMDD ada lima gejala pra-menstruasi atau lebih muncul dan bersifat cukup parah. Dengan begitu, memengaruhi kehidupan seorang wanita, di mana setidaknya salah satu di antaranya adalah gejala emosional. "PMDD lebih berat dari PMS, berkaitan dengan hal ini, umumnya suami dan anak menjadi 'korban'," ujar dokter kelahiran Medan itu.

Dokter kejiwaan dari Departemen Psikiatri Universitas Indonesia, dr Sylvia Detri Elvira, SpKJ (K), menjelaskan, PMDD adalah lima gejala (1 gejala mood) satu minggu sebelum menstruasi, menghilang saat menstruasi, dialami pada hampir setiap kali menstruasi pada 12 bulan terakhir. PMS dan PMDD timbul karena didorong dari berbagai macam penyebab. Ada sejumlah teori yang melatarbelakanginya, antara lain faktor hormonal yaitu ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron.

Teori lainnya mengatakan, dipicu hormon estrogen yang berlebihan. Para peneliti melaporkan, salah satu kemungkinan yang kini sedang diselidiki, yaitu adanya perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel. Kemungkinan lain, hal itu berhubungan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami penderita.

"Faktor biologik yaitu genetik yang berhubungan dengan kerentanan, neurotransmiter dan neurohormonal, faktor psikologik serta relationships (hubungan dengan orang lain, biasanya yang dekat). Kemudian, faktor yang tidak atau belum diketahui," ucapnya.
Sumber: okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar