Tuberculosis ( TBC atau TB ) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Microbacterium tuberculosa . Bakteri ini merupakan bakteri basil (bakteri berbentuk batang) yang dapat bertahan hidup lama dan tahan terhadap asam. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru-paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Kasus TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Di Indonesia saja, sudah sejak lama TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian ( mortalitas ), angka kejadian penyakit ( morbiditas ), maupun diagnosis dan terapinya. Saat ini, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita TBC baru pertahun. Dari jumlah itu, kematian akibat TBC diperkirakan menimpa 140.000 jiwa. Kenyataan mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu mengkuatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini serta mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.
Batuk-Batuk Selama Tiga Minggu Lebih
Tanda-tanda orang yang dicurigai terkena penyakit TBC yaitu secara umum dapat dilihat dari gejalanya terlebih dahulu yaitu, demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Gejala yang lain adalah serangan demam, influenza kronis yang bersifat hilang timbul, penurunan nafsu makan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah), perasaan tidak enak (malaise), serta badan yang selalu lemah. Namun, perlu diketahui bahwa tidak selalu batuk kronis disebabkan karena TBC.
Dapat dipastikan penderita TBC mengalami penurunan berat badan yang drastis. Untuk memberikan kepastian, maka orang tersebut harus diperiksa lebih lanjut. Perlu diingat bahwa tidak selalu orang batuk-batuk kronis pasti menderita TBC. Harus dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen .
Setelah masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah,saluran napas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Kuman yang masuk dalam tubuh akan berkembangbiak, lamanya dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala penyakit dapat berbulan-bulan sampai tahunan. Seorang perokok sangat rentan terhadap penyakit ini karena rokok membuat daya tahan paru-paru berkurang.
Terapi dan Imunisasi
Ada dua cara yang kerap dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy ). Dalam strategi ini, ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung.
Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.
Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin , dan ethambutol . Biasanya, obat-obat tersebut dikombinasikan dan harus diminum secara rutin sehingga kemudian dokter atau tenaga kesehatan harus mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang, padahal itu belum sembuh benar. Untuk benar-benar sembuh dari TBC, penderita diharuskan untuk mengonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, kuman tersebut menyebar sehingga pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.
Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini.
Penyakit Turunan?
Acap kali TBC dianggap sebagai penyakit turunan. Padahal, hal itu tidak benar. TBC bukan penyakit turunan! Namun, anggapan itu tidak sepenuhnya salah. Orang menganggap TBC sebagai penyakit turunan karena saking menularnya, setiap seorang anggota keluarga terjangkit, pastilah seluruh keluarga terjangkit. Karenanya, kerap perawatan penderita TBC mengharuskan si penderita “diasingkan”. Tujuannya hanya satu, yaitu agar penyakitnya tidak menular.
Nah, masalahnya, sebagai mahkluk sosial, lingkungan manusia tidak hanya terbatas dalam rumah dan keluarga. Kita juga berinteraksi dengan orang lain dalam secara massal dan juga menggunakan fasilitas umum seperti toilet umum, troli di supermarket, duduk berdempetan di angkutan umum, dsb. Hal itu tentu menjadikan kita sebagai orang yang beresiko terjangkit paparan penyakit TBC.
Satu-satunya jalan yang bisa kita lakukan adalah meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap segala macam penyakit. Dengan pola hidup sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk memberikan perlindungan, sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman TBC tidak akan timbul gejala. Pola hidup sehat adalah dengan selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup kita, menjaga rumah agar selalu mendapatkan sinar matahari yang cukup (tidak lembab), dll. Selain itu, hindari terkena percikan batuk dari penderita TBC dan konsumsilah makanan yang bergizi serta suplemen kesehatan yang bermutu.
Propolis, Antibakteri Alami Terhebat
Bee propolis adalah bahan yang digunakan lebah sebagai pelindung utama sarang dan larva mereka dari serangan bakteri. Oleh High-Desert, kekayaan alami itu kemudian disarikan dalam High-Desert Bee Propolis. Berbeda dari antibiotik sintetis yang justru kerap menyebabkan bakteri menjadi kebal dan menurunkan sistem imunitas tubuh, High-Desert Bee Propolis bekerja dengan menstimulasi sistem imunitas tubuh secara alami.
High-Desert Bee Propolis mengandung berbagai jenis vitamin, asam amino, mineral, serta bioflavonoid yang berfungsi sebagai antibiotik dan antioksidan. Kandungan flavonoid dalam High-Desert Bee Propolis membantu meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit menular dan melindungi tubuh dari berbagai serangan virus maupun bakteri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 gram High-Desert Bee Propolis memiliki daya antioksidan 400 kali lebih tinggi dibandingkan dengan 1 gram buah jeruk. Metode ekstraksi yang unik dan canggih memastikan kandungan nutrisi dalam High-Desert Bee Propolis tetap terjaga dengan optimal dan dapat dicerna oleh tubuh secara maksimal.
Untuk meningkatkan antibodi tubuh Anda dan keluarga, konsumsilah High-Desert Bee Propolis secara teratur. Then, say goodbye to TBC !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar